Rabu, 04 April 2012

Sejarah di Balik Bangunan Tua GPIB

                                         GPIB Dulu                                                                    GPIB Kini

Tanjungpinang – Menilik bangunan tua di kota Tanjungpinang memang sangat beragam. Bangunan – bangunan tua itu kebanyakan merupakan peninggalan sejarah pada masa penjajahan Belanda. Dengan adanya peninggalan inilah kita dapat mengetahui bukti fisik akan adanya sejarah penjajahan ketika itu.
Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat (GPIB) merupakan salah satu dari sekian banyak bangunan tua yang ada di kota Gurindam ini. Gereja yang digunakan untuk beribadah umat Kristen protestan ini terletak di Jalan Gereja Nomor 1. Gereja ini memiliki simbol ayam yang terletak di ujung atap bangunannya, untuk itu gereja ini dikenal dengan Gereja Ayam oleh masyarakat Tanjungpinang.
GPIB sudah ada sejak 14 Februari 1836 dengan bangunan gereja yang sangat sederhana ketika itu. Dan gereja ayam ini merupakan gereja tertua di Kepulauan Riau yang ketika diresmikan disebut "De Nederlandse Hervormde Kerk te Tandjoengpinang" (Gereja Protestan Belanda di Tanjungpinang). “Dari zaman Belanda gereja ini sudah ada dan sudah berapa kali direnovasi.” Tutur Ibu Muskitta, yang merupakan jemaat GPIB sekaligus kepala sekolah di SDS GPIB.
 Pada masa kolonial Belanda gereja ini hanya khusus digunakan kebaktian bagi orang Belanda dan kerabatnya, serta para angota militer yang ditempatkan di Tanjungpinang. Hingga kini bangunan gereja masih terawat sebagaimana mestinya. Meski sudah mengalami beberapa kali renovasi, tetapi hal itu tidak mengubah bentuk asli bangunannya.
“Renovasi tak banyak, hanya proses pengecatan dan renovasi-renovasi ringan.” Ujar Bu Muskitta. GPIB mempertahankan eksistensinya dengan mendirikan SD dan SMP Swasta GPIB sekitar tahun 1962 meski dilahan yang tidak begitu luas. “Kalau SD masih ada sampai sekarang, tapi SMP nya sudah tutup sekitar 3 tahun lewat.” Ungkap Bu. Muskitta.
Bangunan itu sebagai bukti yang berupa benda untuk mengungkapkan peristiwa sejarah yang terjadi pada masanya, dan peristiwa itu tidak akan terulang kembali saat ini. Untuk itu perlunya sikap menghargai dan rasa cinta tanah air dalam menjaga peninggalan – peninggalan sejarah, termasuk pula bangunan – bangunan tua.(Gus)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar