Pulau Senggarang
adalah obyek wisata yang sayang untuk dilewatkan begitu saja saat berada di
Tanjungpinang. Lokasi ini adalah pemukiman etnis Cina yang telah ada sejak
ratusan tahun yang lalu di Bintan. Sampai sekarang, para penduduknya yang ramah
dan masih memegang teguh adat leluhurnya serta rumah-rumahnya yang berada di
pelantar atau di atas air, menjadi keunikan tersendiri yang ditawarkan oleh
obyek ini.
Pulau
Senggarang berseberangan dengan Tanjungpinang. Pulau Senggarang sebenarnya,
tempatnya sangat nyaman untuk mencari ketenangan atau ingin menjauh dari
kehidupan kota. Namun, memang kebanyakan orang yang datang dari Singapura ke
Senggarang dengan tujuan untuk sembayang, sebab di Senggarang banyak kelenteng
dan memang kelenteng tersebut sudah lama berada disana. Sudah beribu-ribu tahun
silam lamanya. “Kalo ada hari-hari besar disini rame orang Tionghua dari
macam-macam daerah.” Tutur Aleks yang tinggal di sekitar Kelenteng.
Lokasi
di Senggarang ini lebih dikenal dengan pecinaannya, karena disini terdapat
beberapa kelenteng, dan hampir penduduknya juga etnis tionghua dengan rumah
panggung dipinggir pantai dengan penopang dari kayu ada juga yang sudah modern
dengan beton tapi dilihat dari segi lingkungan lokasi ini masih terlihat
primitifnya. Disini terdapat satu Kelenteng yang sangat tua karena dapat
terlihat jelas disamping kelenteng tersebut terlihat pohon tua tinggi yang
menjalar sampai diatar sisi kelenteng Tian Shang Miao ini. Selain itu juga
terdapat kelenteng lain yang mempunyai patung Buddha seribu tangan, patung
kawanan Kera Sakti, Patung Dewa Cikung, dll.
|
Kelenteng Sun Te Kong |
Di
sekitar Pulau Senggarang terdapat beragam peninggalan sejarah masyarakat
Tionghua. Peninggalan sejarah itu diantaranya kelenteng, patung-patung dewa,
dan kepercayaan yang ada di Pulau Senggarang. Beberapa peninggalan sejarah itu
diantaranya, Kelenteng
Sun Te Kong Terletak tidak jauh dari Pelabuhan Sengarang. Kelenteng yang telah
berumur sekitar 300 tahun ini merupakan kelenteng tertua di Senggarang.
Pendirian dan keberadaan kelenteng ini hampir bersamaan waktunya dengan pasar
Sengarang. “Dulu bangunan kelentengnya masih sederhana dibanding sekarang,”
Tutur Aleks. Kelenteng ini terkenal dengan sebutan kuil dewa api, masyarakat
keturunan Cina yang datang ke kuil ini berdoa demi memohon kebahagiaan.
|
Kelenteng Marco |
Kelenteng Marco adalah nama dewa penguasa laut yang
amat ditakuti oleh orang Cina. “Menurut kepercayaan kalo melakukan sembahyangan
di kelenteng ini, maka ia akan mendapat keselamatan di laut ketika sedang berlayar.”
Terangnya. Kelenteng Marco terletak di antara kelenteng Sun Te Kong dan
kelenteng Tay Tikong. Bentuk bangunanya lebih kecil dari kelenteng Sun Te Kong.
Kelenteng ini didirikan pada abad ke-17 oleh masyarakat Cina yang mendiami
senggarang.
|
Kelenteng Tay Ti Kong |
Kelenteng Tay Ti Kong dibangun bersamaan dengan kelenteng
Marco. Letak kelenteng ini sejajar dengan kelenteng Marco, tetapi bangunannya
lebih kecil dan paling ujung. Kelenteng Tay Tikong sampai sekarang masih
terawat dengan baik. “Kalau Kelenteng Tay Tikong sering disebut kuil dewa bumi.”
Ujar Aleks. Pada masyarakat Tionghua setempat ada kepercayaan apabila berdoa di
kuil ini maka sawah mereka akan berhasil panen dengan baik, serta dapat
membangun rumah.
|
Kelenteng Beringin |
Kelenteng Beringin, letak kelenteng Beringin (tien Shang
Miao) tidak jauh dari pantai. Kelenteng ini diperkirakan sudah berumur 200
tahun. Dahulu kelenteng ini merupakan sebuah rumah tempat tinggal Kapitang.
Beliau adalah seorang penghulu di Desa Senggarang. Setelah jabatannya berakhir,
rumah ini dijadikan tempat beribadah masyarakat Cina yang tinggal di
Senggarang. Karena usianya yang sudah tua, bangunan tersebut banyak ditumbuhi
pohon beringin yang menutupi atap dinding bagian luar. Oleh karena itu,
kelenteng ini disebut Kelenteng Beringin. Bangunan rumah pada saat ini
sebagian telah hilang, yang tertinggal hanya sebagian saja dan digunakan
sebagai tempat ibadah masyarakat keturunan Cina.
Kelenteng Anio, terletak di tengah-tengah hutan
sungai Papa atau Sungai ular di Desa Kampung Bugis. Disebut Sungai Ular karena
jalan menuju kelenteng ini bentuknya berkelok-kelok seperti ular. “Menurut
kepercayaan orang Cina, apabila seseorang belum mendapat jodoh, sembahyangan di
kelenteng ini menurut kepercayaan akan segera mendapat jodoh.” Ujar Aleks. Walaupun
usia kelenteng ini sudah mencapai 200 tahun, tetapi keadaanya sampai sekarang
masih terawat dengan baik.
|
Vihara Dwi Sasana |
Vihara Dharma Sasana merupakan vihara tertua di Senggarang. Vihara
yang dibangun pada abad ke-17 ini terletak di sebuah lereng yang tidak jauh
dari kelenteng Sun Te Kong. Keadaanya sampai sekarang masih terawat dengan
baik. Vihara ini merupakan tempat ibadah umat Budha yang menganut vegetarian. Vihara ini
berusia 294 tahun. Rata-rata setiap 500 wisatawan, terutama dari Singapura dan
Malaysia, berkunjung untuk beribadah di vihara ini. Vihara Yayasan Dharma
Sasana juga menjadi daerah tujuan wisata dan beberapa kegiatan keagamaannya
diagendakan Dinas Pariwisata Kota Tanjungpinang mauoun secara nasional, seperti
yang berlaku pada Pulau Penyengat yang berada di seberang laut dari vihara
tersebut.(Gus)